menu

Jumat, 11 November 2011

ANJURAN RASULULLAH SAW DALAM BERKHUTBAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dakwah adalah pekerjaan mengomunikasikan pesan Islam kepada manusia. Secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang definitif yang rumusanya bisa diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dirumuskan oleh Da’i, sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya. Dakwah ditujukan kepada manusia, sementara manusia bukan hanya telinga dan mata tetapi makhluk yang berjiwa, yang berfikir dan merasa, yang bisa menerima dan bisa menolak sesuai dengan persepsinya terhadap dakwah yang diterima.
Demikian pula yang terjadi terhadap cara atau metode dakwah. Metode dakwah pada dasarnya adalah cara, pendekatan atau proses untuk menyampaikan informasi tentang amar ma’ruf nahi munkar kepada manusia demi menuju jalan yang lurus yang di rhidoi oleh Allah SWT.
Dalam makalah ini akan memabahas metode dan tekhnik dakwah Khutbah yang mencakup cara-cara dakwah Khutbah yang dilakukan oleh Rasulullah yang meliputi hadist berikut:
A.    Tentang Khutbah Bediri
                        Hadist riwayat Muslim
عَنْ جَابِرٍبْنِ سَمُرَةً. اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَخْطُبُ قَا ئِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ، ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا، فَمَنْ نَبَّأَكَ اَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَا لِسًافَقَدْ كَذَبَ. اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
                        Hadist riwayat Bukhori
                        كَانَألنَّبِيّ ُص٬يَخْطُبُ قَأأمًأ٬ثُمَ يَقْعُدُ٬ثُمَ يَقُومُ كَمَأتَفْعَلُوْنَ أَلْأَنْ                 
B.     Tentang Bersungguh-sungguh dalam Khutbah
                        Hadist riwayat Muslim
                        عَنْ جَابِرٍبْنِ عَبْدِاللهِ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُاللهِ ص اِذَاخَطَبَ، احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ، وَعَلاَصَوْتُهُ، وَاشْتَدُّ غَضَبُهُ، حَتَّى كَاَنَّهُ مُنْذِرُجَيْشٍ يَقُوْلُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ، وَيَقُوْلُ(اَمَّابَعْدُ، فَاِنَّ خَيْرَالْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَالْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّالْاُمُوْرِ مُحْدَثَاُتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ: كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ ص يَوْمَ الْجُمُعَةِ : يَحْمَدُاللهَ وَيُشْنِيْ عَلَيْهِ، ثُمَّ يَقُوْلُ عَلَى اَثَرِذ لِكَ- وَقَدْ عَلاَصَوْتُهُ:(وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ : (مَنْ يَهْدِاللهُ فَلاَمُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يَضْلِلْ فَلاَهَادِيَ لَهُ) وَلِلنَّسَائِيِّ (وَكُلَّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّرِ).
C.     Tentang membawa tongkat saat berkhutbah
وَفَدْتُ إِلَى رَسُوْل اللَّه ص سَابِعَ سَبعَتٍ أَوْتَاسِعَ تِسْعَةٍفَدَخَلْنَاعَلَيْهِ٬فَقُلْنَا٠يَارَسُوْلَ الله٬زُرْنَاكَ فَاذْعُ الله لَنَابِخَيْرٍ٬فَأَمَرَبِنَاأَوْأَمَرَلَنَابِشَيْءٍمِنَالتَّمْرِوَالشَّأْنُ إِذْذَاكَ دُونٌ فَأَقَمْنَابِهَاأَيَّامًاشَهِدْنَافِيْهَاالْجُمُعَةَمَعَ رَسُولِ اللهِ ص فَقَامَمَتَوَكِّٮءًِّاعَلَى عَصًاأَوْقَوْسٍ فَحَمِدَاللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيْفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَرَكاتٍ٬ثُمَ قَلََ:أَيُّهَأالنَّاسُ إِنَّكُمْ لَنْ تُطِيْقُوْاأَوْلَنْ تَفْعَلُوْاكُلَّ مَاأُمِرْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ سَدِّدُوْاوَأَبْشِرُوا
D.    Berkhutbah berisi kebaikan
                        Hadist Riwayat Muslim
                        عَنْ اُمَّ هِشَامٍ بِنْتِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ: مَاأَخَذْ تُ (ق، وَالْقُرْآنِ الْمَجِيْدِ) اِلاَّعَنْ لِسَانِ رَسُوْلِاللهِ ص يَقْرَؤُهَا كُلَّ جُمُعَةٍ عَلَى الْمِنْبَرِ اِذَاخَطَبَ النَّاسَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
           



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Khutbah
Kata khutbah berasal dari susunan tiga huruf, yaitu kha’, tha’, dan ba’ yang dapat diartikan pidato atau meminang. Dan juga dapat diartikan barcakap-cakap tentang masalah yang penting[1]. Dalam pengertian lain, secara etimoligi khutbah memiliki arti : pidato, nasehat, pesan (tausiah).
Khutbah secara terminologi islam khutbah ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khotib di depan jamaah sholat dan dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa peringatan, penyadaran, pembelajaran maupun nasehat.
Sebagian ulama’ mendefisikan khotbah sebagai perkataan tersusun yang mengandung nasehat dan informasi. Sedangkan menurut Dr. Ahmad Al-Hufi adalah cabang ilmu atau seni berbicara dihadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan mempengaruhi mereka[2].
Dari keseluruhan pengerian dapat diambil garis besar tentang khutbah adalah suatu bentuk cara dalam berdakwah yang di sampaikan dengan lisan, di dalamnya berisikan syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus dipenuhi dan   juga mengandung intisari penyadaran, peringatan, amar ma’ruf nahi munkar.

B.     Khotib harus berdiri saat dakwah khutbah
عَنْ جَابِرٍبْنِ سَمُرَةً. اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَخْطُبُ قَا ئِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ، ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا، فَمَنْ نَبَّأَكَ اَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَا لِسًافَقَدْ كَذَبَ. اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ.
Artinya: “dari jabir bin Samurah bahwasanya Nabi SAW. Adalah berkhutbah dengan berdiri. Barang siapa beri tahu kepadamu bahwa ia berkhutbah dengan duduk, maka sesungguhnya dustalah dia.” (HR. Muslim)
Hadist yang sama:
كَانَألنَّبِيّ ُص٬يَخْطُبُ قَأأمًأ٬ثُمَ يَقْعُدُ٬ثُمَ يَقُومُ كَمَأتَفْعَلُوْنَ أَلْأَنْ
Artinya: “nabi berkhutbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri, seperti yang biasa kalian lakukan”(HR. Bukhori)[3]
Penjelasan
Dari hadist diatas dapat diambil sesuatu yang penting yaitu harus meniru perbuatan Nabi SAW karena merupakan dari perintah yang wajib. Dengan kewajiban demikian segala sesuatu yang dilakukan Nabi Saw harus kita tiru, seperti dalam cuplikan hadist berikut:                                                                                                                                                                            صَلُّوأكَمارَأَيْتُمُونِي ْأُصَلِّي
Artinya: “sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat”(HR. Muslim)[4]
Lebih dari satu ulama mengatakan bahwa seumur hidup Nabi SAW, beliau tidak pernah shalat Jumat tanpa khotbah, sedangkan beliau telah memerintahkan kita untuk shalat sebagaimana beliau shalat. Kalaulah boleh shalat Jumat tanpa khotbah, pasti beliau akan melakukannya walau sekali, sebagai pengajaran atas kebolehannya, karena khotbah sangat berkaitan dengan shalat Jumat dan merupakan bagian dari shalat Jumat.
Bagi khotib saat mengumandangkan dakwah khutbahnya harus berdiri dengan tenang. Tidak banyak menoleh ke kiri atau kekanan, tidak menggerak-gerakkan tangannya, dan tidak memukulkan tangan di atas mimbar ataupun dengan tongkat dan sebagainya untuk menarik perhatian para hadirin[5].
Dalam pandangan kami, kenapa khutbah dilakukan dengan berdiri? Karena berdiri melambangkan islam agama yang paling tinggi dan kuat. Dengan tinggi dan kuatnya agama maka insyallah akan menjadi pemimpin dunia di masa mendatang seperti masa kejayaan Rasulullah SAW dalam berdakwah menyebarkan agama islam. Dan juga agar dakwah yang di ucapkan bisa di dengar dan dilihat oleh orang banyak.

C.    Khotib harus bersungguh-sungguh dalam berkhutbah
عَنْ جَابِرٍبْنِ عَبْدِاللهِ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُاللهِ ص اِذَاخَطَبَ، احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ، وَعَلاَصَوْتُهُ، وَاشْتَدُّ غَضَبُهُ، حَتَّى كَاَنَّهُ مُنْذِرُجَيْشٍ يَقُوْلُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ، وَيَقُوْلُ(اَمَّابَعْدُ، فَاِنَّ خَيْرَالْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَالْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرَّالْاُمُوْرِ مُحْدَثَاُتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ: كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ ص يَوْمَ الْجُمُعَةِ : يَحْمَدُاللهَ وَيُشْنِيْ عَلَيْهِ، ثُمَّ يَقُوْلُ عَلَى اَثَرِذ لِكَ- وَقَدْ عَلاَصَوْتُهُ:(وَفِيْ رِوَايَةٍ لَهُ : (مَنْ يَهْدِاللهُ فَلاَمُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يَضْلِلْ فَلاَهَادِيَ لَهُ) وَلِلنَّسَائِيِّ (وَكُلَّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّرِ).
Artinya:  “ Dari Jabir bin “Abdullah. Ia berkata: adalah Rasulullah saw. Apabila berkhutbah, merah matanya, dan tinggi suaranya dan bersangatan marahnya, hingga seolah-olah ia pengancam tentara yang berkata: (musuh) akan datangi kamu pagi-pagi dan petang-petang. Ia berkata: Amma ba’du maka sebaik-baik omongan ialah Kitabullah dan sebaik-baik pimpinan ialah pimpinan Muhammad, dan sejahat-jahat ursan ialah yang diada-adakan dan tiap-tiap bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim)


Penjelasan
Nabi SAW dalam menyampaikan nasehat di waktu khutbah sangat serius dan penuh semangat. Hal ini terlihat dari raut wajah muka beliau. Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir r.a bahwa Rasulullah Saw bila sedang berkhutbah, dia tampak seolah-olah sangat marah. Tekanan suaranya tinggi dan kedua bola matanya merah seolah-olah beliau pada waktu itu sepeti seorang panglima perang yang sedang mengomando pasukan[6].
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dari hadist ini diambil dalil bahwa disunnahkan bagi khatib untuk membesarkan urusan khutbah, mengangkat suara, memilih kata-kata yang singkat tapi padat dan sesuai dengan situasi pembicaraan. Sementara kondisi memuncak marah Rasulullah sangat mungkin ketika memberi peringatan tentang hal besar dan dahsyat.”[7]

D.    Menggunakan Tongkat Saat Berkhutbah
وَفَدْتُ إِلَى رَسُوْل اللَّه ص سَابِعَ سَبعَتٍ أَوْتَاسِعَ تِسْعَةٍفَدَخَلْنَاعَلَيْهِ٬فَقُلْنَا٠يَارَسُوْلَ الله٬زُرْنَاكَ فَاذْعُ الله لَنَابِخَيْرٍ٬فَأَمَرَبِنَاأَوْأَمَرَلَنَابِشَيْءٍمِنَالتَّمْرِوَالشَّأْنُ إِذْذَاكَ دُونٌ فَأَقَمْنَابِهَاأَيَّامًاشَهِدْنَافِيْهَاالْجُمُعَةَمَعَ رَسُولِ اللهِ ص فَقَامَمَتَوَكِّٮءًِّاعَلَى عَصًاأَوْقَوْسٍ فَحَمِدَاللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيْفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَرَكاتٍ٬ثُمَ قَلََ:أَيُّهَأالنَّاسُ إِنَّكُمْ لَنْ تُطِيْقُوْاأَوْلَنْ تَفْعَلُوْاكُلَّ مَاأُمِرْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ سَدِّدُوْاوَأَبْشِرُوا
Artinya: aku datang kepada Rasulullah SAW, tujuh atau sembilan orang. Kami masuk, lalu kami berkata: ‘Wahai Rasulullah, kami berziarah kepadamu, do’akan kami kepada Allah dengan kebaikan.’ Lalu beliau menyuruh kami untuk mencicipi kurma, sebab keadaan seketika itu sedang krisis. Maka kami tinggal disini beberapa hari, disana kami melaksanakan Jum’at bersama Rasulullah SAW. Beliau berdiri dengan menggunakan tongkat atau busur, lalu beliau mengucapkan hamdalah dan puji-pujian dengan beberapa kalimat yang ringan lagi baik serta diberkahi. Kemudian beliau berkata: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidak mampu (atau tidak akan mengerjakan) setiap kalian diperintahkan untuk melakukannya. Tetapi, hendaklah kalian istiqamah dan menyampaikan berita gembira.[8]
Penjelasan
Yang demikian itu didasarkan pada hadist Hakam bin Hazn al-Kalafi, dia bercerita “ Aku pernah diutus kepada Rasulillah Saw sebagai orang ketujuh dari tujuh orang atau kesembilan dari sembilan orang. Kami masuk menemui beliau lalu aku bertanya kepada beliau: “Wahai, Rasulullah, kami telah mengunjungimu, karena mohonkanlah kebaikan kepada Allah untuk kami.” Rasulullah memerintahkan agar menyuguhkan sedikit kurma untuk kami, yang ketika itu kedaan benar-benar paceklik. Kami tinggal disana bebarapa hari. Selama hari-hari itu kami perneh mengerjakan shalat Juma’at bersama Rasulullah SAW. Beliau berdiri dengan bersandarkan tongkat atau busur lalu beliau memanjatkan pujian kepada Allah SWT serta sanjungan kepada-Nya: nenerapa kalimat, beberapa rahasia, kata-kata baik, dan hal-hal yang penuh berkah[9].
Dari al-Bara’ r.a, Nabi SAW pernah disodori busur pada hari ied lalu beliau berkhutbah (dengan bersandar) padanya.
Hadist diatas memuat pengertian disyariatkannya bersandar pada tongkat atau busur. Ada yang berkata: “Hikmah dari hal tersebut adalah menghindari untuk melkukan aktivitas yang tidak berguna.”
Jumhur (mayoritas) ulama fiqh mengatakan bahwa sunnah hukumnya khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm: “Imam Syafi'i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan"[10].
Sedangkan menurut Abu Dawud: Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka  Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).
Dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din: “Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 180)

E.     Berkhutbah berisi kebaikan
عَنْ اُمَّ هِشَامٍ بِنْتِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ: مَاأَخَذْ تُ (ق، وَالْقُرْآنِ الْمَجِيْدِ) اِلاَّعَنْ لِسَانِ رَسُوْلِاللهِ ص يَقْرَؤُهَا كُلَّ جُمُعَةٍ عَلَى الْمِنْبَرِ اِذَاخَطَبَ النَّاسَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Artinya: “ Dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu’man. Ia berkata: saya tidak ambil Qaf wal Quranil-Majid melainkan dari mulut Rasulullah saw. Yang ia baca di tiap-tiap Jum’ah di atas mimbar apabila berkhutbah kepada manusia.”
Penjelasan
Dan dalam suatu riwayatnya baginya: Khutbah Nabi SAW pada hari Jum’at (dimulai dengan) memuji Allah dan menyanjung-Nya kemudian bersabda setelah itu dengan suara lantang, “Barang siapa yang Allah tunjuki, maka tidak ada yang dapat menyesatkanya. Dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.” Dan bagi n-Nasa’i: “Dan setiap kesesatan itu dalam api neraka.”
Sesuatu yang disampaikan dalam khutbah sebaiknya berisi kebaikan yang diantaranya berupa nasehat, yaitu menyampaikan sesuatu kepada yang lain untuk memperbaiki keagamaan seseorang, seperti membersihkan madu dari lumuran lilin[11]. Biasanya isi nasehat tentang amar ma’ruf nahi munkar, problematika umat, iman dan islam sesuai dengan yang di ucapkan dari mulut Rasulullah Saw di dalam khutbahnya.
Kebaikan yang biasanya ada di khutbah, baik khutbah Jum’at, nikah, atau ied harus mengucapkan sedikitnya 5 hal, yang disebut rukun-rukun khutbah:
1.      Mengucapkan Alhamdulillah (atau segala puji Allah)
2.      Bershalawat bagi Nabi Muhammad Saw.
3.      Berpesan agar yang hadir pada saat itu bertaqwa kepada Allah SWT.
Ketiga-tiganya harus diucapkan dalam kedua-dua khutbah.
4.      Membaca sedikit satu ayat dari Al-Qur’an dalam salah satu di antara dua khutbah.
5.      Berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan kaum muslimin dan muslimat secara umum, dalam khutbah kedua. Boleh juga mengkhususkan sebagian dari do’a tersebut untuk para hadirin di tempat tersebut. Akan tetapi, menurut An-Nawawi, mayoritas ulama’ mazhab Syafi’i menyepakati tentang tidak disukainya membacakan do’a untuk para penguasa negeri secara khusus, baik yang adil apalagi yang zalim di antara mereka. Bahkan yang dapat dipahami itu adalah suatu yang bid’ah[12].
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Khutbah adalah salah satu metode dan tehnik dakwah oleh dalam menyebarkan kebaikan. Khutbah sendiri adalahperkataan yang tesusun dan memiliki makanah dakwah, yang diucapkan dengan lisan, dan mengandung unsur penyadaran, nasehat, peringatan dan amar ma’ruf nahi munkar
2.      Khutbah alangkah baiknya dilaksanakan dengan berdiri. Karena dengan berdiri akan menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang tinggi dan juga agar dakwahnya bisa di dengar para mad’u.
3.      Saat menyampaikan khutbah harus dengan sungguh-sungguh. Sepertinya halnya Rasulullah yang memerah matanya, suaranya keras saat khutbah, itu melambangkan bahwa dalam masalah agama harus benar-benar serius dan tidak boleh di buat permainan.
4.      Lebih baik khutbah dilakukan dengan berdiri agar dalam melaksanakan khutbah bisa tenang dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
5.      Dalam menyampaikan khutbah harus berisi kebaikan. Diantaranya membaca puji-pujian Allah dan Rasulullah Saw, mendoakan para jamaah dan lain-lain.









DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Moh. Ali, 2009, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana
Bagir, Muhammad, 2008, Fiqih Praktis 1 Menurut Al-Qur’an, As-sunnah dan
Pendapat Para Ulama’, Bandung: Karisma
Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qathani, 2006,  Ensiklopedi Shalat Menurut Al-Qur’an
dan As-Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i
Ulwan, Abdullah Nashih, 1996, Pesan Untuk Pemuda Islam, Jakarta: Gema Insani
Press
www.khotbahjumat.com/definisi-khutbah-jum’at



[1] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 28
[2] www.khotbahjumat.com/definisi-khutbah-jum’at
[3] HR. Bukhori 1:221
[4] HR. Bukhori 1:155
[5] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis 1 Menurut Al-Qur’an, As-sunnah dan Pendapat Para Ulama’, Bandung: Karisma, 2008, hlm. 225
[6] Abdullah Nashih Ulwan, Pesan Untuk Pemuda Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 42
[7] Al Minhaj ‘ala Syarh Muslim, 6/155-156
[8] HR. Abu Dawud, 1:240
[9] Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qathani, Ensiklopedi Shalat Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2006, hlm. 245
[10] Imam Syafi’i, Al-Umm, juz I, hal 272
[11] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, hlm. 22
[12] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis 1 Menurut Al-Qur’an, As-sunnah dan Pendapat Para Ulama’, hlm, 224

1 komentar:

  1. Harrah's Atlantic City - MapYRO
    › › Casino › Harrah's › 의왕 출장마사지 › Casino › Harrah's Harrah's Hotel & 상주 출장안마 Casino Atlantic 남원 출장마사지 City, 순천 출장샵 Atlantic City, NJ, United States 강원도 출장샵 - Mapyro - Hotel map

    BalasHapus